Minggu, 30 Maret 2008

Alam yang menyeimbangkan

Sehabis membaca artikel dari pak hadi khususnya paragraph t’akhir, saya jadi pingin cerita juga pengalaman pribadi
Yang masih hangat baru saya alami kemarin, minggu 30 Maret 2008.

Jika waktu libur, saya lebih banyak waktu bersama keluarga saya.
Kadang saya ke Tanah abang, jatinegara muter-muter cari barang dan itu selalu
Saya ajak istri dan anak saya. Meskipun agak riweuh, tapi saya nikmati aja karena buat hiburan.
Kalo kami udah penat ada aja kelakuan mereka yang bikin penat kami hilang
Dan jadi bahan ketawaan..lucu sekali mereka.

Dari pagi, anak saya yang paling kecil -1 tahun-sudah bangun. Setelah saya
Lari pagi dia langsung minta gendong, biasa minta diajak muter2 pakai sepeda mini.
Biar seru , saya bangunin kakaknya supaya bisa ikutan naik sepeda.
Memang selama ini belum pernah saya ajak naik sepeda 22 nya.

Selama perjalanan si kakak ngoceeh aja,,nanyain segala yang dia lihat.
Adiknya juga ngoceh tapi belum jelas ngomong apa. Saya hanya bisa mesem2 melihat
Kelakuan mereka.
Lumayan jauh dan perjalanan itu, setelah puas saya niat pulang dan mereka
Nggangguk setuju. Kurang 10 meter sampai rumah saya papasan sama tetanggaku
Mas Kusmanto yang lagi bonceng istrinya. Sambil lempar senyum dan salam tiba2 terdengar
Suara keras kakak, “aduuuhh…abi… “ dibarengi macetnya sepeda saya.
Ternyata kaki kanannya masuk jari2 sepeda kami. Tetanggaku langsung berhenti
Dari motornya dan kelihatan panik.
Aku berusaha tenang, sambil aku mundurkan sepeda supaya kakinya bisa keluar.
Setelah itu kugendong pulang ke rumah yang memang sudah dekat dan Mas Kusmanto
membawa sepedaku beserta anakku yang kecil.
Yang dirumah pada bingung..wah jatuh nih dari sepeda, tapi setelah melihat kakinya yang
Merah, biru plus lebam mereka langsung meringis.
Istriku langsung telp Mama Silva, tetanggaku yang pinter ngurut balita. Alhamdulillah
Orangnya ada dan langsung aku bawa ke rumahnya.
“Kakak sudah sembuh ya..ga usah diulut ya..? ocehnya sambil menanyakanku,
maksudnya sih biar meyakinkan aku bahwa dia ga usah diurut, karena dia takut sekali..sakit kali ya…
Alhamdulillah ga sampai 5 menit proses urut selesai meskipun diiringi tangis dan ronta si kakak.
Alhamdulillah ga sampai satu jam kakak udah bisa lari lagi meskipun ga secepat biasanya,
Biar ga terlalu trauma saya ajak lagi, kali ini saya ajak pake mobil muter2 karawang sambil beli sparepart
Mobil trus mampir ke pemancingan mang ajo, untuk menghibur si kakak yang habis kena musibah, lihat2 ikan.
Kakak paling seneng kalo lihat ikan.
Setelah puas kami pulang.. sampai rumah giliran aku yang punya gawean. Mau bawa mobil
Ke bengkel. Separoh perjalanan mobil mati di tengah jalan..apalagi nih? Pikirku..
Utak-atik..utak atik..eh datang mobil kijang milik tetanggaku pak Surahmin menolong.
Hingga sampailah aku dibengkel.

Alhamdulillah setiap kejadian, mulai kakak kakinya masuk jari2 sepeda, tukang urut, mobil mogok,
Semuanya dibantu oleh tetanggaku yang baik hati. Semoga Alloh membalas kebaikan kalian semua..amiin

moestafa.abadi@yahoo.com


-----Original Message-----From: Hadi Kuntoro [mailto:hdkuntoro@yahoo.com] Sent: Monday, March 31, 2008 10:11 AMTo: Hadi Kuntoro; Heru Fardyanto; Nanan Purnaman; Moestafa Abadi; Andika Fahmi Basya; Bambang Surono; Suprayitno (MCDP); Bachrudin; Jacob Hope; Rahmat Arif S.; Bambang Setyobudi; Desminaweti; Mona Liza; Eddy Basuki; Sutarto; Suyono; Ronald Malau; Shanty Andriningsih; Siti Purchatun; Imam Sumarsono; Indrawidjaja; Agus Arifiyanto; SumardiSubject: Artikel Bagus dari Seorang Sahabat

Temen2...semoga anda dalam keadaan sehat, hepi,ceria, berseri dan semangat..di Senin pagi ini.
Saya kirimkan Bacaan ringan, semoga ini menjadi selingan agar hari senin anda manjadi hari senin yang makin full semangat

Jika Anakmu TerjatuhSeorang kawan takjub dengan cara orang asing ini menangani anak kecilnya yang terjatuh dari sebuah mainan di tempat rekreasi. Sementara orang-orang berteriak ngeri, bapak si anak ini tenang sekali. Dengan cara apa orang asing ini menolong? Dengan cara tidak menolongnya sama sekali.‘’Biarkan dia bangkit sendiri. Itulah cara seorang anak agar mandiri,’’ kata orang asing ini. Cara itu segera mendorong si teman membuat koreksi besar-besaran atas nilai masyarakatnya sendiri. Rasa inferior mengembang jelas di matanya. Rasa kalah ‘’metodologi pendidikan’’ segara tergambar dalam pernyatannya.‘’Kita selama ini keliru,’’ katanya. ‘’Jangankan jatuh, makan saja disuapi. Sebelum jatuh pun anak-anak itu kita tuntun. Pantesan, generasi bangsa akita lemah begini!’’ keluh si teman. Di dalam beberapa hal saya menyetujui pernyataannya. Ketidaktegaan yang keterlaluan sering berubah menjadi pemanjaan yang keterlaluan. Hasilnya memang berbahaya. Generasi semacam itu memang punya potensi besar menjadi benalu. Di dalam soal lain, saya juga menyetujui sikap orang asing itu. Melihat seorang yang masuk ke pelosok hutan di Amazon, menjelajah kutub utara seorang diri, adalah keberanian yang tak habis saya mengerti. Melihat Colombus berlayar hanya dengan meyakini bahwa bumi itu bulat, membuat saya bertepuk tangan atas nyali semacam ini. Jadi tak ada yang tidak saya setujui pada sikap keduanya. Pada ukurannya, ia memilik kebenarannya sendiri-sendiri.Jika saya terpaksa ada yang tidak saya setujui paling menyangkut soal yang lebih sederhana. Misalnya bahwa membiarkan anak terjatuh, selalu dihubungkan dengan pendidikan kemandirian, bahwa membantu anak berdiri saat terjatuh, selalu berarti pemanjaan. Bagi saya, itu tak lebih dari romantisme biasa saja. Tak harus selalu ditafsirkan terlalu jauh. Apalagi di berbagai kesempatan saya amat suka menggendong anak meskipun ia sudah duduk di kelas 3 SD dan mulai malu digendong bapaknya. Jika ia berontak sayalah yang memaksanya. Setiap makan bersama, saya menawarinya untuk menyuapinya senantiasa. Ketika saya selalu ingin melakukan itu semua, eh, malah anak ini yang lama-lama terganggu pada ulah bapaknya.Anak itu sudah merasa terlalu besar, terlalu direndahkan untuk digendong dan disuapi. Tetapi sayalah yang selalu merengek memintanya. Apakah berarti saya sedang memanjakannya? Tidak. Saya cuma sedang menyanyanginya. Sayalah yang manja kepadanya. Karena menggendong, menyuapi, menuntun, menimang dan menciumi itu hanya mungkin saya lalukan ketika ia masih sekecil itu dan ketika fisiknya belum melampaui fisik saya. Apalagi aya tahu, tinggi tubuh saya tak seberapa. Hanya butuh anak ini naik kelas saja, ia sudah akan menyalip tinggi saya. Jadi aduh… singkat sekali periode menggendong dan menyuapi itu. Singkat sekali waktu untuk bisa membantu anak bangun saat jatuh dari tempat mainannya. Karena setelah itu anak-anak akan punya dunianya sendiri. Akan memiliki kebanggaanya sendiri. Dolan pun sudah lebih memilih bersama teman-temannya katimbang orang tuanya. Jadi, kalau bisa, saya malah akan menggendong dan menyuapi anak-anak saya 24 jam perhari. Jika bisa, saya inginbersama mereka selama sehari penuh setiap kali, sebelum anak itu berpindah ke dunianya sendiri. Kenapa waktu yang singkat dan tak mungkin terulang itu harus saya sia-siakan! Anehnya, begitu seluruh kemanjaan ini hendak saya berikan kepada anak-anak, mereka sendiri yang secara alamiah menolaknya. Mereka ingin merasa berarti, ingin mengerjakannya sendiri, jika terjatuh ingin bangun sendiri, mereka bangga sekali jika sangup mengerjakan tugas-tugasnya sendiri. Lho, ada apa ini, dimanja kok malah mandiri!Dalam beberapa hal saya malah takut jika anak-anak saya nanti terlalu mandiri. Saya takut jika meskipun mereka sudah kaya raya, tetapi tetap masih nyetir senidir, mencuci mobil sendiri, membengkeli mesinnya sendiri padahal penganguran di sekitarnya banyak sekali. ‘’Demi kemandirian!’’ kata mereka. Saya punya teman, seorang sukses yang baik hati padahal ia adalah anak bungsu yang sejak kecil serba dilayani dan dilayani. Ia memang lemah untuk beberapa hal, misalnya hanya bisa menyetir tetapi di mana letak dongkrak saja ia tak mengerti. Lalu apa jadinya jika suatu saat mobilnya ngadat? Oo jangan khawatir. Orang ini selalu diringi faktor kebetulan yang mengherankan. Jika bannya gembos, eh, lokasinya tak jauh dari tambal ban. Jika mesinnya ngadat di kejauhan, tiba-tiba ada teman yang berpapasan karena satu tujuan. Jika…. Pokoknya terlalu banyak jika yang mengherankan yang Anda pun sesekali pernah mengalami. Maka saya punya kesimpulan sederhana: jika kasih sayang benar-benar menjadi dasar seluruh perlu, tak perlu ada yang dikhawatirkan, meskipun sepintas lalu kelakuan kita keliru. Alam yang akan menyeimbangkan!Prie GS
.
__,_._,___
Salam Hangat
Hadi Kuntoro
http://hadikuntoro.com

Tidak ada komentar: